Kitab
Perjanjian Baru
Alih bahasa dari: The New Testament
Oleh: Dr. Lawrence Brown, M.D.
Keduanya membaca Al Kitab siang dan
malam,
Yang kaubaca hitam sedangkan bagiku
putih
-
Mark
Twain, Letters from Earth, Vol. II
Tentu saja,
sikap sentimen Blake di atas bukan sesuatu yang baru. Kitab Perjanjian Baru
mengandung banyak ketidakkonsistenan yang menelurkan beragam interpretasi,
keyakinan, agama yang memusingkan, yang kesemuanya dinyatakan berlandaskan Al
Kitab. Dan kita pun menemukan satu pengarang yang mengusulkan hasil pengamatan
yang menghibur:
Anda bisa
dan tidak bisa,
Anda harus
dan tidak harus,
Anda akan
dan tidak akan,
Dan Anda
akan dikutuk jika Anda melakukannya,
Dan Anda
akan dikutuk jika Anda tidak melakukannya.[1]
Mengapa
banyak ragam sudut-pandang? Pertama, kelompok-kelompok teologi yang berbeda
berselisih pendapat mengenai kitab yang mana yang harus dimasukkan kedalam
Al-Kitab. Naskah apokrip (tak jelas siapa pengarangnya) menurut satu kelompok
merupakan kitab yang diakui oleh kelompok lain. Kedua, meski kitab-kitab
tersebut sudah dikitabkan/disatukan, teks-teks sumber yang banyak ini tidak
memiliki keseragaman. Ketidakseragaman ini begitu tersebar sehingga Kamus Penerjemah Al-Kitab (The Intrepeter’s
Dictionary of the Bible) menyatakan, “Adalah aman untuk mengatakan bahwa
tidak ada satu kalimat pun didalam NT dimana tradisi MS [manuskrip] semuanya
seragam.”[2]
Tak satu
kalimat pun? Kita tidak dapat mempercayai satu kalimat pun dari Al-Kitab? Sukar untuk dipercaya.
Mungkin
Pada
faktanya, ada lebih dari 5700 manuskrip Yunani dari seluruh atau sebagian
Perjanjian Baru.[3] Lebih dari itu, “tak ada dua manuskrip pun yang tepat sama
dalam kesemua isinya . . . .Dan beberapa dari perbedaan ini cukup besar.”[4] Ada
puluhan ribu manuskrip Injil Berbahasa Latin, ditambah begitu banyak varian
kuno lainnya (yakni, bahasa Suryani, Koptik, Armenian, Georgia, Etiopia,
Nubian, Gotik, Slavonik), dan apa yang kita punyai?
Banyak manuskrip
Banyak
manuskrip yang yang memiliki perbedaan tempat dan tidak jarang saling
bertentangan satu sama lain. Para sarjana memperkirakan ada ratusan ribu varian
manuskrip, beberapa diantaranya memperkirakan hingga 400.000.[5] Dalam
kata-kata Bart D. Ehrman yang kini termasyhur, “Mungkin yang paling mudah adalah
dengan mengatakannya secara komparatif: Terdapat lebih banyak perbedaan dalam
manuskrip kita dibanding jumlah kata-kata dalam Perjanjian Baru.”[6]
Bagaimana ini terjadi?
Pencatatan
yang buruk, Ketidakjujuran, Ketidakcakapan, Praduga doktrinal. Pilih sesuka
Anda.
Tak ada
satu manuskrip pun bisa melewati periode Kristen awal.[7]/[8] Manuskrip
terlengkap paling tua (Vatican MS. No. 1209 dan Sinaitic Syriac Codex) berasal
dari abad ke-empat, tiga ratus tahun setelah masa kenabian Yesus. Namun yang
aslinya hilang. Demikian juga salinan-salinan dari yang aslinya. Hilang. Dengan
kata lain, manuskrip paling tua yang kita miliki adalah salinan-salinan dari
salinan-salinan dari salinan-salinan, yang tak seorang pun tahu berapa banyak
salinan dari aslinya.
Tak mengherankan jika mereka
berbeda
Di tangan
terbaik pun, kesalahan penyalinan bukanlah hal yang mengejutkan. Sayamhnya,
manuskrip-manuskrip Perjanjian Baru tidak berada di tangan-tangan terbaik.
Selama periode awal Kristen, para juru tulis bukanlah orang terlatih, tak dapat
dipercaya, tidak cakap, dan dalam beberapa kasus buta-huruf.[9] Mereka yang
memiliki gangguan mata dapat melakukan kesalahan pada huruf atau kata yang
mirip, sedangkan mereka yang memiliki gangguan pendengaran bisa melakukan
kesalahan ketika mencatat naskah yang dibaca nyaring. Seringkali, para juru
tulis ini bekerja larut sehingga cenderung membuat kesalahan karena letih.
Dalam
kata-kata Metzger dan Ehrman, “Karena kebanyakan dari mereka (Para juru tulis),
jika tidak semuanya, adalah para amatir dalam seni penyalinan, kesalahan yang
relatif banyak tidak diragukan merayap kedalam teks-teks yang mereka
reproduksi.”[10] Lebih buruk lagi, beberapa penulis menghalalkan praduga
doktrinal untuk mempengaruhi transmisi naskah mereka.[11] Seperti pernyataan
Ehrman, “Para penulis yang menyalin teks-teks telah melakukan perubahan
padanya.”[12] Lebih khusus lagi, “Jumlah perubahan yang sengaja dibuat untuk
tujuan doktrin sukar untuk diperkirakan.”[13] Bahkan yang paling khusus, “Dalam
bahasa teknis kritik tekstual – yang saya pertahankan karena ironi-ironinya
yang signifikan – para penulis ini “mengorupsi” teks-teks mereka untuk
alasan-alasan teologis.”[14]
Kesalahan-kesalahan
dilakukan dalam bentuk penambahan-penambahan, penghapusan-penghapusan,
penggantian dan modifikasi, yang kebanyakan terjadi pada kata atau baris, namun
terkadang pada semua ayat.[15][16] Pada kenyataannya, “banyak perubahan dan
penambahan pada teks,”[17] dengan akibat bahwa “semua bukti yang diketahui dari
Perjanjian Baru merupakan teks-teks yang mengalami pencampuran, bahkan beberapa
manuskrip awal tidak terbebas dari kesalahan-kesalahan mengerikan.”[18]
Dalam Misquoting Yesus (Salah mengutip ucapan
Yesus), Ehrman menunjukkan bukti persuasif bahwa kisah wanita yang berzina
(Yohanes 7:53-8:12) dan duabelas ayat terakhir dari Markus bukanlah berasal
dari Injil asli, namun ditambahkan oleh para penulis berikutnya.[19] Lebih jauh
lagi, contoh-contoh ini “mewakili hanya dua dari ribuan tempat di dalam mana
manuskrip-manuskrip Perjanjian Baru diubah oleh para penulis.”[20]
Pada
kenyataannya, keseluruhan Al-Kitab mengalami pemalsuan.[21] Ini tidak berarti
bahwa kandungannya mesti salah, namun pasti pula tidak berarti benar. Jadi kitab
yang mana yang dipalsukan? Efesus, Kolose, 2 Tesalonika, 1 dan 2 Timotius,
Titus, 1 dan 2 Peter, dan Yudas – sembilan besar dari keduapuluh-tujuh
kitab-kitab Perjanjian Baru dan surat-surat rasul – dicurigai mengalami
pemalsuan.[12]
Kitab-kitab palsu? Dalam Al-Kitab?
Mengapa
kita tidak terkejut? Walau bagaimanapun, para pengarang injil tidaklah
diketahui. Pada kenyataannya bersifat anonim.[23] Para sarjana biblikal jarang,
jika ada, menyebutkan bahwa pengarangnya adalah Matius, Markus, Lukas, atau Yohanes.
Seperti yang Ehrman katakan, “Kebanyakan sarjana masa kini telah meninggalkan
identifikasi ini, dan mengetahui bahwa kita-kitab tersebut ditulis oleh
pengarang yang yang tak dikenal, namun mereka adalah umat Kristen yang
berbicara (serta menulis) bahasa Yunani dan berpendidikan disepanjang setengah
akhir abad pertama.”[24] Graham Stanton menegaskan, “Kitab-kitab injil, tidak
seperti tulisan-tulisan Graeko-Roman, bersifat anonim. Baris awal yang biasa
menyebutkan nama pengarang setelah judul (‘Injil menurut . . .) tidak menjadi
bagian dari manuskrip aslinya, dan hanya ditambahkan pada awal abad ke-dua.”[25]
Jadi, jika
pun ada, apa hubungannya murid-murid Yesus dengan kepengarangan Injil-injil tersebut?
Sedikit atau tidak ada hubungannya, sejauh yang kita tahu. Namun yang jelas,
kita tidak memiliki alasan untuk mempercayai bahwa mereka yang menulis
kitab-kitab ini. Pertama, kita ingat bahwa Markus adalah sekretarisnya Peter,
dan Lukas adalah temannya Paulus. Ayat-ayat Lukas 6:14-16 dan Matius 10:2-4 mendaftarkan
duabelas murid Yesus, meski daftar ini memiliki dua nama yang berbeda, Markus
dan Lukas tidak termasuk kedalamnya. Jadi, hanya Matius dan Yohanes yang
benar-benar murid Yesus. Namun demikian, para sarjana moderen cukup banyak yang
membatalkan mereka sebagai pengarang.
Mengapa?
Pertanyaan
yang bagus. Yohanes lebih terkenal dibanding keduanya, mengapa kita harus membatalkan
dia sebagai pengarang Injil “Yohanes”?
Emm . . . karena dia telah
meninggal?
Beragam
sumber mengakui bahwa tidak ada bukti, selain dari kesaksian-kesaksian dari
para pengarang abad ke-dua yang mengusulkan bahwa Yohanes adalah pengarang dari
Injil “Yohanes.”[26][27] Mungkin sanggahan yang paling meyakinkan adalah bahwa
Yohanes dipercayai telah meninggal pada atau sekitar tahun 98,[28] sedangkan
Injil Yohanes ditulis sekitar tahun 110.[29] Jadi, siapapun itu Lukas (temannya
Paulus), Markus (sekretaris Peter), dan Yohanes (orang yang tak dikenal, namun
tentunya belum lama meninggal), kita tidak mempunyai alasan untuk meyakini
bahwa injil manapun telah ditulis oleh murid-murid Yesus. . . .
Catatan kaki:
[1] Dow,
Lorenzo, Reflection on the Love of God.
[2]
Buttrick, George Arthur (Ed.), 1962 (1996 Print). The Interpreter’s Dictionary of the Bible, Vol. 4, Nashville,
Abingdon Press, pp. 594-595 (Under Text, NT).
[3] Ehrman,
Bart D., 2005, Misquoting Jesus,
HarperCollins, p. 88
[4] Ehrman,
Bart D., 2003, Lost Christianities,
Oxford University Press, p.78.
[5] Ehrman,
Bart D., Misquoting Jesus, p. 89
[6] Ehrman,
Bart D., The New Testament: A Historical
Introduction to the Early Christian Writings, 2004, Oxford University
Press, p. 12
[7] Ehrman,
Bart D., Lost Christianities, p. 49
[8]
Metzger, Bruce M., 2005, A Textual
Commentary on the Greek New Testament, Deutsche Bibelgesellschaft, D –
Stuyygart, Introduction, p. 1
[9] Ehrman,
Bart D., Lost Christianities and
Misquoting Jesus
[10]
Metzger, Bruce M., and Ehrman, Bart D. The
Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration,
p. 275
[11]
Ehrman, Bart D., Lost Christianities,
p. 49, 217, 219-220
[12]
Ehrman, Bart D., Lost Christianities,
p. 219
[13] Metzger,
Bruce M., and Ehrman, Bart D. The Text of
the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration, p. 265. Lihat
juga Ehrman, Orthodox Corruption of
Scripture.
[14]
Ehrman, Bart D., 1993, Orthodox
Corruption of Scripture, Oxfor University Press, p. xii.
[15]
Ehrman, Bart D., Lost Christianities,
p. 220
[16] Metzger,
Bruce M., 2005, A Textual Commentary on
the Greek New Testament, Introduction, p. 3
[17] Metzger,
Bruce M., 2005, A Textual Commentary on
the Greek New Testament, Introduction, p. 10
[18] Metzger,
Bruce M., and Ehrman, Bart D. The Text of
the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration, pp. 343
[19]
Ehrman, Bart D., Misquoting Jesus, pp.
62-69
[20]
Ehrman, Bart D., Misquoting Jesus, pp.
68
[21]
Ehrman, Bart D., Lost Christianities,
pp. 9-11, 30, 235-6
[22]
Ehrman, Bart D., Lost Christianities,
pp. 235
[23]
Ehrman, Bart D., Lost Christianities,
pp. 3, 235. Lihat juga Ehrman, Bart D., The
New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings,
pp. 49
[24] Ehrman,
Bart D., Lost Christianities, pp. 235
[25]
Stanton, Graham N., 1989, The Gospel and
Jesus, Oxford University Press, pp. 19
[26] Kee,
Howard Clark (Notes and References by), 1993, The Cambridge Anotated Study Bible, New Revised Standard Version,
Cambridge University Press, Introduction to Gospel of ‘John’
[27]
Butler, Trent C. (General Editor), Holman
Bible Dictionary, Nashville, Holman Bible Publisher, Under ‘John, The
Gospel of’
[28] Easton,
M. G., M.A., D.D. Easton’s Bible
Dictionary, Nashville, Thomas Nelson Publishers, Under ‘John the Apostle.’
[29]
Goodspeed, Edgar J., 1946, How to Read
the Bible, The John C. Winston Company, pp. 227
Bagaimana dengan penulisan Al quran ?
BalasHapusBagaimana quran itu bisa dikatakan otentik? Dan apa bedanya dengan hadits sehingga ia dikatakan firman Allah?
al-quran = firman Allah
HapusHadits = sabda rasullullah/kejadian2 yg ditulis sahabat (ada yg sah ada yg palsu, contoh palsu :
1. Barang siapa yg bercinta pada malam jumat, pahalanya sm dgn memenggal kepala 1000 org kafir.
2. Saat rasul meninggal, sebagian ayat tentang rajam dan menyusui dimakan oleh burung. (nah yg ini yg sering dipakai pihak nasrani untuk menyangkakan bahwa al-quran tidak otentik)
penulisan al-quran dan hadist beda, ini sy lupa2 inget deh, klo anda masih penasaran silahkan mencari lg, yg pasti emang beda secara penulisan dr yg saya baca. Maaf tidak bisa menunjukkan buktinya, krn sy belajar dgn guru sdh 10 tahun yg lalu. klo googling ada sih sy lihat tp kepanjangan klo taruh disini.
semoga perbedaan tidak membuat kita pecah, salam damai.
Menggali sejarah sangatlah melelahkan dan "menyesatkan". Apalagi untuk kepentingan praktis, untuk beribadah. Sangat sering kitab-kitab itu ditulis bercampur aduk dengan opini. Walaupun mereka mencantumkan sumbernya, tetap saja, sumber yang dinukil adalah yang mengusung opini untuk memperkuat tafsir yang diinginkan.
HapusAgama saat ini menjadi bias dan menngerucut pada perbedaan tafsir dan persepsi yang makin tajam, dilatari oleh kepentingan politik dan ketidakadilan. Keilmuan pun menjadi sangat politis dan sarat kepentingan.
Kebenaran ? Bagi saya, hanya hati yang kupercaya.