Langsung ke konten utama

Mengenal Diri - 4



KUNCI PEMBANGKITAN SPIRITUAL

Sumber:           KNOW YOURSELF  Karya: AHMED HULUSI
Alih Bahasa: T. J. Sagwiangsa


Apa kunci terpenting untuk memahami yang Satu yang bernama ‘Allah’ dan sistem universal yang didefinisikan oleh agama Islam? Bagaimana kita menjawab pertanyaan ‘Siapa dan Apa saya ini?

Selalu ada penyimpangan mengenai masalah ini, namun kenapa?

Mengapa kita selalu mengalami kebuntuan untuk mendapatkan jawaban dan gagal melihat gambar keseluruhan di balik semua perkara ini?

Mengapa kita tidak dapat menilai Al-Qur’an dan merenungkan segalanya dengan jelas secara benar?

Sungguh, ini merupakan masalah-masalah yang mencerminkan kesulitan yang dihadapi mereka yang memiliki pikiran yang selalu bekerja. Tentu saja, bagi mereka yang menghabiskan hidupnya tanpa bertanya-tanya dan hanya meniru apa yang mereka lihat dari orang lain, tidak ada masalah semacam itu.

Untuk memahami sepenuhnya pernyataan yang diserukan Nabi Muhammad SAW dan menilai realitas yang disampaikan Al-Qur’an, kita harus mengetahui dua hal berikut secara jelas:

1.      Dimensi universal dari sistem yang sedang dibicarakan.

2.      Dimensi spiritual dari orang yang tinggal dalam sistem yang sedang dibicarakan.

Dalam Sufisme, ada dua jenis perjalanan spiritual, masing-masing dibimbing oleh perasaan dan perenungan yang dalam, yang keduanya berkenaan dengan tugas merasakan realitas-realitas ini.

1.      Perjalanan Fisik (Sayri Afaqi – Kemajuan manusia di luar dirinya), yang merupakan perenungan dan realisasi kebenaran-kebenaran universal di dunia luar.

2.      Perjalanan Spiritual (Sayri Anfusi – Kemajuan manusia di dalam dirinya),yang merupakan perenungan dan realisasi kebenaran-kebenaran batin yang dialami di dunia internal.

Perjalanan pertama berkaitan dengan proses pengenalan sistem universal dan keteraturan yang diciptakan yang Satu yang bernama ‘Allah’ di dalam IlmuNya (ilm). Ini adalah perjalanan fisik yang berkenaan dengan pengamatan dunia luar. Perjalanan ke dua dikenal sebagai perjalanan spiritual dan berkenaan dengan latihan-latihan yang diperlukan seseorang untuk memahami realitas jati dirinya (Haqiqat), yakni diri sejatinya (Nafs).

Di Banyak ayat, Al-Qur’an menekankan bahwa ada kebenaran hakiki yang berhubungan dengan perenungan mengenai dunia lahir dan dunia batin, yang harus direalisasikan.

Jika pencari kebenaran membatasi dirinya dengan memandang makna ayat-ayat ini hanya dari satu aspek saja, pikirannya akan mengalami penyimpangan karena tercerabut untuk memahami semua realitas lainnya.

Tapi mengapa hal ini terjadi?

Ini adalah akibat salah pemahaman sedemikian rupa sehingga al-Qur’an dianggap seolah sebagai ‘kitab berisi perintah-perintah Tuhan dari atas sana’ bukannya sebagai kitab yang menjelaskan Sistem Universal (Sunnat Allah) dan Penciptanya! Para guru Sufi yang telah mencapai realisasi ini telah mencoba menjelaskan kebenaran di balik masalah ini, karena keberadaannya sama sekali berbeda dari yang mereka kira sebelumnya.

Kami telah mencoba menjelaskan materi bahasan mengenai sifat Keberadaan Unik yang bernama ‘Allah’ dalam buku kami yang berjudul ‘Allah seperti yang diungkapkan Muhammad’ dengan penjelasan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Jika kita dapat memahami realitas-realitas yang dibahas dalam buku tersebut dengan baik dan menilai penjelasan-penjelasan di dalamnya secara lengkap dari sudut pandang realita JAGAT HOLOGRAFIK, kita akan dapat menyadari bagai mana yang Maha Esa yang bernama ‘Allah’ termanifestasikan dalam diri manusia.

Muhammad Mustofa SAW telah berusaha menjelaskan dan membuat kita menyadari kebenaran bahwa konsep ketuhanan dan tuhan berkepala tidak ada sama sekali. Beliau menunjukkan lebih lanjut bahwa hanya ada Keberadaan Dzat Yang Esa, Realitas Absolut yang Esa, yang dinamakan ‘Allah’. Nyatanya, inilah yang disampaikan Al-Qur’an kepada kita! Oleh karena itu, meskipun banyak kritikan pedas dari mereka yang tidak bisa ‘MEMBCACA’ tulisan kami, telah kami tunjukkan bahwa ‘Nama Dia adalah Allah’, dan kami pun tetap mengkomunikasikan kepada setiap orang bahwa ‘Allah’ hanyalah sebuah nama, kata benda yang menunjuk kepada realitas unik. Untuk alasan inilah, membuat gambaran terhadap nama yang unik ini samasekali mesti dihindari. Namun, realitas yang ditunjuk oleh nama ini perlu difahami.

Ya.

Jagat ada karena keberadaan Dzat yang Esa yang Hidup Dengan Sendirinya dan Berdiri Sendiri (Qayyum).

Namun begitu, jagat bukanlah tuhan!

Manusia hidup karena Dzat yang Esa, yang Hidup Dengan Sendirinya secara kekal.

Namun demikian, manusia bukanlah tuhan!

Seluruh alam diliputi oleh kualitas dari Nama-nama dan Sifat-sifat dari Keberadaan yang Maha Tinggi yang bernama ‘Allah’ dan ini berlanjut hingga kekekalan.

Alam terliputi oleh keberadaan Allah yang hidup, karena Allah lah yang Hidup Kekal (Al-Hayy).

 Manusia juga hidup karena Allah yang Maha Kuasa adalah yang Hidup Kekal.

Pada intinya, segala sesuatu di jagat bisa sadar karena Allah adalah yang Maha Mengetahui (‘Alim)

Manusia juga berkesadaran, karena Allah yang Mengetahui!

Ketika sifat-sifat ilmu mewujud, kesadaran terealisasi.

Di balik setiap nama dan citra di jagat raya, hanya ada Satu Keberadaan yang Maha Tinggi, Pencipta dan Pemelihara yang membuat segala sesuatu mencapai kesempurnaan. Dia lah Pemelihara seluruh jagat raya (Rabbul ‘Alamiin), Satu-satunya Realitas Absolut yang mewujud di mana-mana secara terbuka dengan KeunikanNya yang Agung (Wahiddiyyah) yang berasal dari kelengkapan KetuhananNya (Uluhiyyat). Dia Maha Pemelihara dan Maha Penyayang terhadap seluruh alam yang terur menerus menciptakan dan membentuknya baru dengan meneruskan PemeliharaanNya Yang Agung secara universal di setiap tempat di setiap waktu. Maka, melalui Sifat-sifat Ketuhanan dari KasihNya (Rahmaniyyat), Dia lah yang Esa yang menjadikan apapun yang dikehendakinya ke dalam keberadaan.

 Setiap tahap spiritual yang tersingkap di dalam alam juga tertanam di dalam diri setiap manusia serupa dengan tersingkapnya dalam tingkatan mikro. Inilah alasannya mengapa manusia hanya bisa memahami alam sebatas mana dia mengenal dirinya sendiri.

Ketika menciptakan esensi manusia, Kebenaran Tuhan (Haqiqat ul-uluhiyyat) telah bertindak sebagai cermin murni yang merefleksikan Manifestasi Agung DiriNya. Melalui kualitas KetuhananNya yang Unik, Dia telah membuat esensi manusia bersifat Tunggal (Wahid). Kemudian Dia meneruskan KemurahanNya yang Agung kepada manusia dengan menciptakan dan memberikan sarana esensiil di setiap saat melalui Sifat KetuhananNya, Yang Maha Pemurah kepada semua mahluk, maka Dia pun menjadi Pencipta (Haliq) dari semua tindakan manusia dengan KepemeliharaanNya (Rububiyyat).

Lingkup Tahta Tuhan (Arsy), lingkup Kursyi Tuhan, tujuh langit dan tujuh lapis bumi semuanya ada di alam!

Lingkup Tahta Tuhan (Arsy), lingkup Kursyi Tuhan, tujuh langit dan tujuh lapis bumi semuanya tersembunyi di dalam diri manusia!

Ada quantum samudra malaikat di mana-mana di alam ini!

Manusia ada dengan semua malaikat-malaikat ini!

Orang yang dikaruniai kesadaran total terhadap Allah (Marifatullah), yakni tingkat ke-empat atau tingkat kesadaran setelai mencapai Kebenaran Tuhan dapat ‘MEMBACA’ semua metafora ini dengan sangat baik dan memahami apa yang ditunjukan di dalam sistem ini. Mereka pun mengetahui arti istilah ‘Arasy’, apa yang dimaksud ‘Qursiy’ dan jenis kekuatan apa yang dimiliki malaikat-malaikat di dalam sistem ini.

Perkataan ‘Apapun yang engkau cari, dapat engkau temukan di dalam dirimu sendiri, maka jangan melihat keluar’ adalah berdasarkan realitas ini. Sungguh, jika Anda dapat mengenal diri Anda sebagai mikrokosmos, maka Anda pun dapat mengenal keseluruhan alam sebagai makrokosmos.

Dan dengan cara ini, Anda akan mampu melihat siapa dan apa itu Pemelihara (Rabb) alam ini.

Perjalanan spiritual dapat dijelaskan sebagai ‘Mengenal diri sendiri’, sebuah topik yang telah kami bahas dalam artikel kami sebelumnya yang berjudul ‘Siapa Itu Diri (Nafs)?’

Para pengelana pikiran yang yang sedang melakukan perjalanan spiritual ini dan sedang mencoba memahami fakta ini pada akhirnya akan mulai mengira bahwa dirinya adalah satu-satunya Realitas (Haqq). Lebih dari itu, mereka mencebur ke pusaran kesatuan sehingga pada puncaknya mereka akan mengatakan ‘Aku lah Tuhan, aku melakukan apa yang ku inginkan dan segala sesuatu adalah boleh (Mubah) bagiku’. Tahap ini juga dikenal sebagai tahap Diri yang Terilhami, dimana kesadaran menerima perintah-perintah langsung melalui ilham mengenai kebenaran dirinya atau menjadi terikat kepada pusaran ‘Diri yang Terilhami’. Rincian dari bahasan ini bisa anda dapatkan pada pembicaraan kami mengenai topik tahap kesadaran, yang berkaitan dengan diri terilhami. Namun jika sang musafir spiritual tidak mencapai realisasi ini dan naik ke tahap ketenangan sempurna (Mutmainnah), maka kesadaran Diri yang Memerintah (Ammara) mengendalikan dirinya. Tak lama kemudian, dia mulai merasakan dirinya seperti Firaun yang dikaruniai pengetahuan Mulhima (tahap Diri Terilhami), dan karenanya dia akan beranggapan bahwa segala sesuatu adalah palsu dan memandang dirinya sebagai mahluk sempurna, tanpa cacat sedikit pun. Sebagai akibatnya, dia akan meninggalkan dunia ini dengan pikiran spiritualnya!

‘Pada jalan spiritual ini, banyak yang telah dipenggal kepalanya, namun tak seorang pun pernah berani untuk bertanya’ merupakan ucapan metaforik yang merujuk pada begitu besar pengorbanan yang harus dialami pada jalan ini!

Selain semua kebenaran yang melengkapi realitas dirinya, manusia bertanggungjawab atas perbuatannya. Dengan kata lain, setiap waktu dia harus menanggung segala akibat perbuatannya di masa lampau. Harus ditekankan pula bahwa apapun pikiran atau tindakan yang dilakukannya, manusia akan menanggung dan merasakan akibatnya.

Ini adalah cara lain untuk mengatakan bahwa keberadaan anda sekarang merupakan akibat dari apa yang Anda lakukan kemarin!

Jika semua ini dapat difahami dengan baik, mari sekarang kita bicarakan tentang isu yang paling penting, yang merupakan kunci terpenting untuk memahami bahasan pokok ini.

Mari kita coba fahami dasar dari bahasan ini dengan memberikan perhatian khusus pada kenyataan bahwa Sahabat Abu Bakar telah menunjukkan dan menekankannya dengan sempurna. Beliau mengatakan, ‘Untuk memahami esensi ‘Allah’ adalah dengan mengakui bahwa esensi Dia tidak dapat difahami.’

Kita harus memikirkannya dengan hati-hati setiap fenomena yang dikaitkan dengan nama ‘Allah’ dalam Al-Qur’an dari sudut pandang aspek universalnya, sambil menyadari sepenuhnya bahwa semuanya ada di dalam asal-muasal alam. Kebenaran-kebenaran universal ini juga ada dalam esensi dan asal-muasal manusia.

Seperti telah saya tunjukkan sebelumnya, Ayat Kursyi, Surat An-Nas dan al-Falaq dan ayat-ayat lain yang diawali dengan definisi ‘Dia lah Allah yang tak Ada Tuhan disisinya’ (Huwallahulladzi) dalam Al-Qur’an menunjuk kepada realitas yang disingkap dalam semua dimensi universal, juga sebagai kualitas-kualitas yang berkaitan dengan stasion-stasion spiritual (Martabat) yang dimanifestasikan dengan nama manusia. Tidak diragukan bahwa para pemilik kebenaran ini akan memahami sifat dan pentingnya dengan apa yang disebut sebagai ‘Rabb’, dimana adanya ‘Rabb’, apa arti berlindung kepada ‘Malik’ (Penguasa Absolut) dan bagaimana perlindungan diperoleh dari Allah seperti ditunjukkan dengan frase ‘ilahin nas’ (Tuhannya Manusia) di dalam ayat ini.

Dengan kata lain, Nama-nama Agung yang berkenaan dengan Sifat-sifat Allah tidak hanya berlaku dalam setiap bidang keberadaan, namun merupakan karakteristik-larakteristik yang juga dikandung dalam stasiun Kepemeliharaan (Rubbubiyyah) yang bersifat laten pada setiap manusia.

Inilah alasannya mengapa kita mesti mengingat fakta ini pada saat kita memulai bacaan Qur’an untuk tujuan memahami maknanya, kita mesti sepenuhnya sadar bahwa semua Sifat-sifat Agung milik Allah yang Maha Kuasa yang disebutkan dalam Al-Qur’an menyusun realita kita sendiri. Lebih dari itu, peristiwa-peristiwa yang akan kita hadapi di masa depan juga akan muncul dengan konteks sifat-sifat ini.

Akhirnya, dapat kami rangkum pendapat kami sebagai berikut:

Untuk dapat memahami Al-Qur’an, proritas pertama kita adalah meyakinkan diri kita bahwa Al-Qur’an bukanlah sekedar sebuah kitab yang menyampaikan perintah-perintah Tuhan dari jarak jauh. Segera setelah menyadari realitas ini, tahap selanjutnya adalah mengambil langkah yang teguh pada jalan ke depan dengan memahaminya melalui nama agung ‘Allah’, Kitab agung ini jelas-jelas memberikan informasi yang luas mengenai Aturan-aturan Agung, asal mula dari jagat raya dan manusia.

Kebenaran hakiki yang harus kita sadari dan perhatikan adalah bahwa Yang Satu yang Maha Tinggi yang bernama ‘Allah’ adalah Dia yang menciptakan jagat yang tak terhitung dalam multi-jagat juga yang menciptakan manusia melalui Sifat-sifat yang berasal dari Nama-nama AgungNya dan dari dalam Pengetahuan AgungNya.

Sama sekali mustahil untuk  beranggapan bahwa manusia atau alam tidak pernah dapat dipikirkan mempunyai kualitas transenden.

Faktanya, tak seorang pun pernah mengaku secara sadar bahwa mereka adalah Allah!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bentuk Bumi Dalam Qur'an

Bentuk Bumi Bulat (Arti Kata KAWARA dan DAHAHA) Dahulu kala, orang percaya bahwa bumi datar. Berabad-abad, manusia takut untuk bepergian terlalu jauh, jika melanggar maka akan terjatuh di pinggiran bumi. Sir Francis Drake adalah orang pertama yang membuktikan bahwa bumi bulat setelah berlayar mengitarinya di tahun 1597. Perhatikan ayat Quran tentang perubahan siang dan malam. "Tidakkah engkau melihat bahwa Allah memasukkan malam kedalam siang dan memasukkan siang kepada malam?"[Al-Qur'an 31:29] Kata 'memasukkan' disini mengandung pengertian bahwa malam secara perlahan berubah kedalam siang, demikian pula sebaliknya.Fenomena ini hanya bisa terjadi jika bumi berbentuk bulat. Jika bumi datar, maka perubahan antara siang dan malam akan seketika, tidak perlahan-lahan.      Ayat berikut juga menyinggung bahwa bentuk bumi bulat. "Dia ciptakan langit dan bumi dengan benar. Dia menggulungkan malam pada siang, dan menggulungkan siang atas malam ."[Al-Qur'...

Pertentangan Besar Ajaran Paulus dengan Ajaran Yesus

Teologi Paulus alih bahasa dari: Pauline Theology Oleh: Dr. Lawrence B. Brown, MD dari: www.TrueToJesus.com Pada pertengahan abad 19 dan 20-an, dengan kesadaran akan perbedaan-perbedaan diantara doktrin Trinitas dan keyakinan periode awal, orang mungkin terkejut jika menemukan sebuah kelompok yang mengaku para pengikut Yesus Kristus kemudian membaca ayat berikut dalam Al-Qur’an: “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kalian melampaui batas dalam agamamu; atau mengatakan sesuatu tentang Tuhan kecuali yang benar. Al Masih Isa putra Maryam (tidak lebih) hanyalah Utusan Tuhan, dan KalimatNya, yang disampaikanNya kepada Maryam, dan Ruh dan ruh dariNya; maka berimanlah kepada Tuhan dan para UtusanNya. Dan janganlah kamu mengatakan “Tuhan itu Tiga”; berhentilah; itu lebih baik bagimu; karena Tuhan adalah Tuhan yang Esa; Maha Suci Dia; (Terlalu Agung Dia) untuk memiliki seorang anak. KepunyaanNya segala sesuatu yang di langit san di bumi. Cukuplah Tuhan sebagai pelindung” (Qur’an 4:171)...

Perkembangan Embrio Manusia

Quran Mengenai Perkembangan Embrio Manusia: Sumber: http://www.islam-guide.com/frm-ch1-1-a.htm Di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, Tuhan berfirman mengenai tahap-tahap perkembangan embrio manusia:   Kami ciptakan manusia dari saripati tanah.  Kemudian Kami membuatnya sebagai nutfah (tetesan) di tempat yang kokoh. Kemudian tetesan itu Kami jadikan alaqah (lintah, benda yang bergantung, secuil darah), kemudian alaqah itu Kami jadikan mudgoh (benda yang dikunyah) 1 (Quran, 23:12-14) Secara literal, kata Arab untuk alaqah memiliki tiga arti: (1) lintah, (2) benda yang bergantung, dan (3) secuil darah. Membandingkan bentuk lintah dengan embrio pada tahap alaqah , kita menemukan kesamaan di antara keduanya 2 seperti Nampak pada Gambar 1. Embrio pada tahap ini pun mendapat nutrisi dari darah sang ibu, layaknya lintah yang me nghisap darah dari mahluk lain. 3   Gambar 1: Ilustrasi yang menggambarkan kemiripan ta...