Berperang Melawan Qur'an Dan Akhirnya Menyerah
Membaca pengalaman orang lain memperluas wawasan kita. Kita yang tadinya merasa sudah tahu menjadi sadar bahwa selalu ada hal yang baru yang harus kita pelajari. Mungkin tidak benar-benar baru, namun memperkaya aset pengetahuan atau mungkin pula memperdalam kajiannya. Dengan terus belajar kita berkembang lebih baik dan lebih baik lagi. Mungkin hal ini bisa dikomparasikan dengan getaran dari kalimat, "Siapa yang berjuang menujuKu, akan Kutunjukan jalaKu," kesejajaran menuju kesempurnaan - Pencerahan.Pengalaman berikut menunjukkan bagaimana 'orang baru' malah bisa berkomunikasi dengan Al-Qur'an dengan hebatnya dan mengukuhkan batinnya untuk bisa menempatkan dirinya di pekarangan Tuhannya' seperti yang diungkapkannya:
"Bagi mereka yang telah memeluk Islam, saksi terbesar dari kasih Tuhan yang membimbing dan terus mengalir tak kunjung padam adalah Al-Qur'an. Bagai samudra indah nan luas, Qur'an memikat Anda untuk mencebur semakin dalam kepada ombak yang mempesonakan sehingga Anda tersapu hanyut kedalamnya. Namun bukannya tenggelam kedalam laut kegelapan, Anda menemukan diri Anda tenggelam dalam samudra cahaya dan rahmat yang agung. … ketika saya membaca Qur'an dan melakukan sholat, pintu menuju hati saya terbuka dan saya tenggelam kedalam kelembutan yang berlimpah. Rasa cinta menjadi makin permanen dan nyata dibanding bumi yang saya pijak; kekuatannya memulihkan diri saya dan membuat saya bahkan dapat merasakan cinta … Saya cukup bahagia menemukan keyakinan pada sebuah agama yang masuk akal. Namun tak pernah menyangka akan mendapatkan sentuhan kasih yang memabukkan."Bukan suatu hal yang nyaman bagi Jeffry Lang untuk menerima hadiah berupa Al-Qur'an dari anggota keluarga teman barunya yang muslim. Bagaimana tidak? Sejak menginjak dewasa, pikiran-pikiran logisnya terus menentang doktrin-doktrin agama yang dianutnya, sehingga pada akhirnya membuatnya menjadi seorang ateis pada usia delapan belas. Buku-buku ataupun pikiran-pikiran agamis merupakan sumber alergi bagi jiwanya.
Meski tak berniat mencari agama, beliaupun memulai membaca Al-Qur'an, dengan prasangka buruk yang kuat. Halaman pertama yang dibacanya membuatnya tersentak. "Anda tak bisa membaca Qur'an begitu saja, jika Anda melakukannya dengan serius. Anda mesti menyerah sejak awal atau Anda menentangnya. Qur'an menyerang dengan gigih, secara langsung, secara personal, mendebat, mengritik, mempermalukan, dan menantang pembacanya. Sejak awal, ia membuat garis pertempuran, dan saya berada pada posisi lawannya.” Jadi, sang profesor menemukan dirinya dalam pertempuran yang menarik. “Saya dalam posisi yang sangat lemah, karena semakin jelas bahwa Pengarang buku ini mengenal saya lebih baik dibanding saya mengenal diri sendiri.” Seolah Pengarang sedang membaca pikirannya. Setiap malam pakar matematika ini membuat pertanyaan dan sanggahan-sanggahan, namun selalu mendapat jawaban yang telak setelah melanjutkan bacaannya sesuai urutan yang ada. “Al-Qur'an selalu mendahului pemikiran saya, menghapus rintangan-rintangan yang saya bangun bertahun-tahun lalu dan membicarakan pertanyaan-pertanyaan yang saya punyai." Beliau melawan dengan sengit dengan berbagai sanggahan dan pertanyaan, namun telah jelas baginya bahwa dirinya telah kalah dalam pertempuran. “Saya terus digiring, mendorong dan mengarahkan saya ke sebuah pojok yang tak memuat apapun kecuali satu pilihan saja.”
Perasaannya gundah gulana setelah itu. Keinginannya untuk memasuki musholla kecil di basemen Gereja Universitas San Fransisco pergi muncul karena bercampuraduknya antara rasa takut dan keinginan. Berulang kali sang profesor maju mundur, bolak-balik untuk memutuskan masuk atau tidak. Hanya dengan mengumpulkan seluruh keberaniannya beliau memaksakan diri untuk mengalahkan rasa takutnya. Tuhan nampaknya tak membiarkannya terlalu jauh. DikirimNya pemuda-pemuda muslim untuk menjemputnya, dan menuntunnya ke dalam mesjid. Tak berselang lama setelah itu, beliau menempatkan dirinya di barisan ma'mum, ikut bersujud dengan hamba-hambaNya yang lain, di sebuah ruangan kecil yang sama, tempat sujud yang sama seperti yang beliau berulangkali alami dalam-mimpi-mimpinya selama sepuluh tahun yang lampau. Allah menunjukki siapa yang dikehendakiNya, dengan kuasaNya, dengan kasih-sayangNya.
Rujukan:
1. http://www.welcome-back.org/profile/jeffrey_lang.shtml
2. Struggling to Surrender , Jeffrey Lang
3. Even Angels Ask, Jeffrey Lang
4. http://www.youtube.com/watch?v=TcNOaePZT68
Komentar
Posting Komentar
Silakan tuliskan komentar Anda